Selasa, 21 Mei 2013

Tugas Ringkasan Buku “Children Language Acquisition and English Language Teaching “ Dosen : Prof.Dr. Bustami Subhan,M.S.


Tugas Ringkasan Buku
“Children Language Acquisition and English Language Teaching “
                     Dosen : Prof.Dr. Bustami Subhan,M.S.

By :
Nama : Mei Arum Indrani Sayekti
Nim : 11004269
Class : E
ENGLISH EDUCATION STUDY PROGRAM
FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION
AHMAD DAHLAN UNIVERSITY
2013
Bab I
PENGERTIAN DASAR
A.    CLA  dalam ilmu Linguistik
Dalam ilmu Linguistik, pembelajaran bahasa (language learning) bahasa pertama, kedua, dan bahasa asing dapat diterapkan, sehingga pembelajaran bahasa pertama (first language learning), pembelajaran bahasa kedua (second language learning) dan pembelajaran bahasa asing (foreign language learning) merupakan istilah-istilah yang sering dijumpai atau terdengar.
Kajian yang menarik dalam ilmu linguistic khususnya psikolinguistik (psycholinguistics) adalah pembelajaran bahasa baik untuk bahasa pertama, bahasa kedua, maupun bahasa asing. Karena psikolinguistik merupakan cabang ilmu yang ingin menjawab 2 pertanyaan: (1) how language is produced (bagaimana bahasa itu diproduksi) (2) how language or learned (bagaimana bahasa itu diperoleh).
Kegiatan pembelajaran bahasa dibagi menjadi 2, yaitu : first language learning dan second or foreign language learning.
Istilah khusus yang diberikan oleh ahli linguis untuk pembelajaran bahasa pertama “language acquisition” yang artinya “pemerolehan, penguasaan, atau akuisisi bahasa pertama atau bahasa ibu oleh anak”.
Adapun diagram yang mempermudah pemahaman :
                                    Language learning
                                                                       
Language Acquisition                                   Language Learning
(First language learning)                                             1. Second language
                                                                                    2. Foreing language
Dalam diagram diatas, dapat disimpulkan bahwa children language aquistion (CLA) mempunyai posisi dan kaitan erat dengan bahasa pertama atau bahasa ibu(the mother tongue), sedangkan language learning (pembelajaran bahasa) melekat dengan bahasa kedua dan (atau) bahasa asing.
Ketika kita membicarakan CLA dilingkungan mahasiwa jurusan bahasa asing (seperti : Inggris, Arab, Perancis, atau Jepang) kajian kita tak dapat terbatas dengan bagaimana anak-anak di Indonesia memperoleh bahasa ibu (seperti : Jawa, Sunda, Minang atau yang lain), namun bagaimana suasana, keadaan, dan faktor-faktor pembelajaran bahasa ibu yang baik atau ideal itu dapat difahami oleh para mahasiswa untuk dipakai dalam pengajaran dalam pengajaran bahasa asing kepada   anak-anak.





B.     CLA Sebagai Kajian Khusus

CLA dahulu dalam kajian psikolinguistik bernama Language Development, sebelum mencapai tingkatan atau tataran bahasa orang dewasa (Adult’s language atau adult’s grammar).
Pada usia anak tertentu, misalnya bayi, bahasa anak masih menyatu dengan tangis, biasanya tangis bayi tidak hanya dianggap sebagai ungkapan rasa sakit atau rasa tidak nyaman (seperti: rasa lelah, penat, atau panas)  namun juga sebagai “bahasa” anak pada tahap awal, tahap selanjutnya bayi menggunakan kata-kata (vocabulary). Yang terpenggal-penggal (tidak gramatikal) dan masih kurang jelas palafalannya (pronouncationnya), contoh : bayi mengatakan “Bu oti” yang artinya dapat menjadi “ Bu, aku minta roti” atau “ Bu, aku ambilkan roti” dan lainnya.
            CLA atau penguasaan bahasa anak merupakan kajian yang menarik baik bagi linguis, psikolog, dokter anak, guru atau orang yang tertarik dengan anak-anak.
            Mata kuliah CLA yang diajarkan di perguruan tinggi dan dikaitkan dengan pengajaran bahasa Inggris di Indonesia terdapat dugaan ( hipotesis) bahwa dikalangan masyarakat Indonesia telah terdapat kemajuan-kemajuan yang kuliah CLA yang diajarkan di perguruan tinggi dan dikaitkan dengan pengajaran bahasa Inggris di Indonesia terdapat dugaan ( hipotesis) bahwa dikalangan masyarakat Indonesia telah terdapat kemajuan-kemajuan yang cukup signifikan, terdapat “usaha-usaha” untuk meningkatkan mutu pendidikan anak-anak sekolah. Perubahan masyarakat tersebut terkait dengan keberhasilan pembangunan di Indonesia.

Tahapan-tahapan keberhasilan pembangunan di Indonesia :

Pada awal kemerdekaan sampai tahun 1960-an, jumlah orang Indonesia yang bersekolah masih sangat sedikit, sehingga peluang untuk meraih beasiswa berupa TID(Tunjangan Ikatan Dinas) disediakan untuk masyarakat , khususnya para pelajar, sehingga setelah selesai belajar di Sekolah dengan tingkatan SLTA seperti SPG(Sekolah Pendidikan Guru). PGA (Pendidikan Guru Agama), SGHA ( Sekolah Guru  dan Hakim Atas), atau yang lain mereka ditempatkan di berbagai daerah di Indonesia untuk menjadi guru. Dan yang meneruskan sekolah ke perguruan tinggi relatif  kecil, dan pada umumnya gelar yang diperoleh hanya setingkat Diploma 1 (misalnya melalui kursus B1), dan ada pula yang sampai meraih gelar B.A (Bachelor of Art) atau yang sederajat.
Pada tahun (1945-1960-an), orang bergelar B.A sudah sangat disegani dalam keilmuannya karena pada umumnya orang tidak bersekolah, dan hanya golongan elite atau mereka yang pandai dan dapat beasiswa dari Negara yang dapat melakukannya. Pada saat itu (1960-an) orang yang bergelar sarjana lengkap (seperti Drs., S.H. atau insinyur) masih sangat sedikit. Dan orang yang bergelar Master atau Dokter (dengan model kuliah dan bukan karena hadiah atau horonis causa). Bahkan dikatakan langka “very rare” atau belum ada. Orang yang “terpandang” di masyarakat sering lalu diberi anugerah gelar professor atau doktor oleh Pemerintah agar mereka mempunyai hak untuk melahirkan sarjana yang lebih bermutu dengan cara mengikuti kuliah reguler strata satu (S1), strata dua (S2), maupun strata tiga (S3).
1.              Dalam tahap yang kedua ini sekolah-sekolah di Indonesia masih memprihatinkan, dan pembelajaran berlangsung di rumah, menumpang pada rumah kepala desa, dan fasilitasnya sangat terbatas, anak-anak umumnya menggunakan sabak untuk menulis,  berjalan kaki, tidak berseragam, dan tidak bersepatu. Bahkan dilingkungan perguruan tinggipun jauh dari kata memadai, contohnya mahasiswa UGM yang dulu menggunakan gedung milik Kraton, mereka umumnya kuliah dengan bersepeda, dan menimbulkan julukan Jogjakarta sebagai “kota sepeda”, selain kota budaya, kota perjuangan, dan kota pelajar.
2.                  Dalam tahap ketiga ini, tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan masih rendah, Sekolah Swasta belum berkembang, Partisipasi Swasta tampak berkembang tahun 1970-an sampai tahun 1997. Namun setelah tahun 1997, ada indikasi yang kurang baik, ada 3 hal yang menimbulkannya seperti :1. Munculnya sekolah atau perguruan tinggi asing yang akan “menyerang” Indonesia. 2. Munculnya lembaga-lembaga pendidikan “liar” yang menawarkan program mewah seperti : MBA, M.A., M.Sc., Pd.D dengan membayar satu juta saja, tanpa harus melalui kuliah berat(reguler). Dan 3. Semangat kedaerahan yang sempit, sering dengan adanya otonomi daerah di Era Reformasi, yang telah memacu “angin perlombaan” untuk mendirikan perguruan tinggi.
Berkaitan dengan CLA, meningkatnya kesadaran dan partisipasi masyarakat Indonesia terhadap pendidikan juga membawa pengaruh terhadap muatan kurikulum baru bahasa Inggris, sampai tahun 1997, bahasa Inggris diajarkan di sekolah umum (negeri) dari SLTP-  Perguruan Tinggi, dan dimasukkan dalam kurukulum sebagai muatan local content atau muatan local (mulok) dan diajarkan dari S              D kelas 4.
Beberapa sekolah mapan(established) memberikan pelajaran bahasa Inggris, sejak kelas satu, seperti dipraktikkan oleh beberapa SD Muhammadiyah di Yogyakarta, dan ada juga sekolah-sekolah TK yang merasa mapan ingin mencoba memasukkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran “unggulan”. Karena mereka menganggap bahwa bahasa Inggris itu penting, dan harus diberikan pada anak, gairah masyarakat untuk membicarakan, mempersiapkan dan merancangkan English for Children atau English for Kids menjadi semakin gencar. Akibatnya, CLA menjadi penting dan perlu dikuasai oleh para guru dan calon guru bahasa Inggris di SD dan TK : guru bahasa Inggris yang baik perlu menguasai bahan yang akan diajarkan, psikologi anak yang akan diajar, dan metode yang tepat dalam mengajar.




BAB II
BEBERAPA TEORI TENTANG CLA
A.       TEORI CLA dalam Ilmu Linguistik
2 teori pemerolehan bahasa oleh anak dalam Ilmu Linguistik yaitu : (1) Teori Pembentukan Kebiasaan (The Habit Formation Theory) dan (2) Teori Pembelajaran secara Kognitif (The Cognitive Code learning Theory). Kedua teori tersebut dapat dipadukan dengan cara melengkapi pengetahuannya tentang keadaan psikologi anak dan kegiatan mereka dalam belajar bahasa pertama maupun bahasa kedua.

1.      Teori Pembentukan Kebiasaan (The Habit Formation Theory)
Dalam teori ini menjelaskan bahwa anak kecil itu dapat menguasai bahasa ibu(the mother tongue) atau bahasa pertama (the first language) karena adanya factor pembentukan kebiasaan, baik di lngkungan keluarga maupun lingkungan sekitar.
Teori ini sejalan dengan teori empirisme, yang dikemukakan oleh John Lock. Ia mengemukakan bahwa ank itu seperti kertas putih, lilin putih, atau kanfas yang dapat digambari/ ditulisi/ di bentuk oleh lingkungan dan keluarganya, khususnya oleh ibi/ayahn
 Umumnya anak mempunyai ibu dan bapak yang memberikan pendidikan dasar kepadanya(termasuk berbahasa, membaca, dan menulis). Dalam hal ini peran ibu mempunyai kekuatan dalam memberikan warna atau sibghah(celupan), misalnya dalam pembentukan selera makan, bahasa, dan lain-lain termasuk agamanya.
Bahasa Ibu (the mother tongue) adalah bahasa pertama, atau asli ( the native language) yang dikuasai oleh anak atau disebut juga bahasa pertama (the first language), anak Indonesia biasanya menguasai bahasa daerah, dan bahasa Indonesia sebagi bahasa kedua(the second language). Bahasa Inggris, perancis, Arab, atau yang lainnya dipelajari oleh anak Indonesia merupakan bahasa asing (foreign language) pada waktu mereka duduk di sekolah lanjutan, atau di perguruan tinggi. Dalam proses pembentukan kebiasaan ini, dalam berbahasa harus disertai dengan rasa cinta, sehingga menumbuhkan iklim yang baik (a condusive atmosphere), dalam hal ini, anak dilatih berbahasa dari kata-kata yang mudah sampai yang sulit (kompleks), sehingga akhirnya anak menguasai dan dapat menerapkan untuk berkomunikasi dengan orang lain.ransangan (stimulus) menjadi factor yang harus diberikan secara berulang-ulang, dan reinforcement) penguatan motivasi, dorongan pujian, hadiah dan lain-lain kepada anak, sangat penting dilakukan oleh pendidik, pengajar atau guru.


2.       Teori Pembelajaran secara Kognitif (The Cognitive Code learning Theory)
Menurut teori ini anak kecil sudah dikaruniai oleh Allah SWT. Berupa language acquisition device (LAD) atau alat untuk menguasai bahasa, khususnya bahasa pertama (L1), dalam teori ini anak yang normal dan tidak diisolasikan dari masyarakat pasti dapat menguasai bahasa ibu tanpa melihat siapa yang mengajarkannya. Jadi anak sudah dapat membuat “hipotesis”  terhadap input bahasa yang datang dari lingkungan keluarganya. Prosesnya adalah:
1.      Mendapat input,
2.      menyimpulkan,
3.      menguji kembali hipotesisnya dengan bahasanya sendiri.
Dalam buku John Lcyons Noam Chomsky (1970:30) mengatakan bahwa kreatifitas berbahasa (creativity) itu sangat penting bagi manusia, dan teori grammar haruslah mencerminkan kemampuan untuk memahami kalimat-kalimat yang belum pernah didengar sebelumnya. Dalam buku tersebut intinya bahwa sebuah kreatifitas sangat diperlukan untuk penutur bahasa karena harus memahami dan dapat memproduksi kalimat-kalimat baru yang belum pernah mereka dengarkan sebelumnya.
Sehingga teori CLA dalam model ini tugas sebagai pendidik dalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak didik untuk mengembangkan kemampuannya. Rata-rata anak bersekolah itu ber-IQ normal dan harus mendapatkan banyak bimbingan, tuntunan, dan pembiasaan yang baik seperti yang diyakini para penganut teori Habit formation
B.     Teori Pembelajaran Bahasa dalam Psikologi
Dalam ilmu psikologi pembelejaran untuk anak atau orang dewasa dapat diterangkan dalam 3 teori besar (grand theories), yaitu :
1.      Teori Kebiasaan Tingkah Laku.
2.      Teori bakat atau Nativisme.
3.      Teori Konvergensi (perpaduan antara bakat dan ajar/ kebiasaan)

A.    Teori Kebiasaan Tingkah Laku
Teori Kebiasaan Tingkah Laku atau “ The Behavioristic Approach” berpendapat bahwa kemajuan atau perkembangan ditentukan oleh kebiasaan tingkah laku yang dibentuk (habit formation), dalam pembentukan kebiasaan tingkah laku anak (children behavior) untuk menjuj tingkatan yang lebih baik harus terprogram secara sadar, sering disebut dengan istilah pendidikan,pengajaran atau tarbiyah.
Tujuan pokok dari teori kebiasaan tingkah laku ini ada dua yaitu :
1.      Bahwa anak itu pada awalnya bersifat fitrah, suci, dan tidak berdosa,
2.      Bahwa kemajuan atau perkembangan tingkah laku anak sangat bergantung pada lingkungan.
Banyak para pakar psikologi yang setuju dengan teori ini seperti : John Lock, Clark Hull. Teori empirisme ini mirip teori fitrah dalam islam : anak harus diberi pendidikan atau pengajaran yang baik agar mereka dapat berkembang dengan baik untuk masa depannya.
            Mirip dengan John Lock, Clark Hull (Ruch, 1967:215) mengatakan bahwa (1) apa yang dipelajari (what is learned) merupakan hubungan antara stimulus dan respon-unit belajar disebut habith strength. (2) reinforcement merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam belajar, dan (3) hubungan yang dipelajari antara stimulus dan respon akan bertambah kuat sejalan dengan menguatnya perubahan tingkah laku anak.
            Teori Skinner dalam belajar melalui conditioning terhadap binatang (tikus) dapat mendorong orang untuk mentransfernya ke manusia. Parlov (Ilmuan dari Rusia) juga mengadakan percobaan di Laboratorium dengan mamasukkan seekor anjing yang dikondisikan untuk menerima stimulus yang berupa lampu, dan dalam percobaannya menghasilkan dua teori yaitu : (1) stimulus generalization (hewan akan hafal dengan stimulus yang sama/mirip dan mampu memahaminya (2) stimulus discrimination (hewan akan bereaksi apabila ada stimulus baru). Maka dapat disimpulkan bahwa manusia tentu dapat menangkap stimulus  seperti tanda, symbol, atau ekspresi dalam bahasa. Serta reinforcement juga sangat mendukung dalam pembelajaran anak.
            Menurut J.B Watson, tingkah laku manusia itu dibentuk dengan pola hubungan stimulus dan respon, menurutnya semakin sering dilakukan latihan, anak akan dapat sampai kepada gerak refleks, dalam ilmu bahasa, sesuatu yang berulangkali dihafal dan dipraktikkan akan secara spontan atau dapat dihafal diluar kepala (overlearned).
B.     Teori Nativisme
Teori ini berpandangan bahwa bakat anak itu akan berpengaruh besar terhadap kemajuan belajar anak.  Noam Chomsky berpendapat bahwa anak itu sudah dibekali dengan a black box atau LAD ( Language  Aquistion Device) Chomsky juga menambahkan bahwa peniruan yang berlebihan, atau dalam istilah linguistic “parroting” berbahaya. Menurutnya anak itu harus kreatif, kritis, dan dapat menguasai yang abstrak sehingga konsep universal grammar dapat dicapai dan digunakan anak.


C.     Teori Konvergensi
William Stern berpendapat bahwa keberhasilan anak dalam belajar atau mengembangkan diri dipengaruhi oleh dua hal yaitu: (1) pendidikan atau ajar dan (2) bakat. Seseorang akan dapat terampil secara optimum dalam bidang tertentu apabila ia dididik dan punya bakat untuk melakukan hal tersebut.


BAB III
LANGUAGE ACQUISITION AND LANGUAGE LEARNING
(Pemerolehan Bahasa dan Pembelajaran Bahasa)

A.     Peristilahan
Istilah language learning atau pembelajaran bahasa dapat diterapkan ke bahasa pertama (bahasa pertama), bahasa kedua dan bahasa asing, CLA m erupakan pembelajaran khusus bahasa pertama. Pembelajaran bahasa Inggris oleh anak Indonesia, berbeda dengan suasana pembelajaran bahasa Inggris anak di Inggris, atau  berbeda suasana pembelajaran bahasa Jawa oleh anak Jawa (di Jawa Tengah, Yogyakarta, atau Solo). Sehingga perlu pemahaman, bahwa pengajaran Bahasa Inggris kepada anak Indonesia (sering disebut TEFL yang merupakan kepanjangan dari Teaching English a Foreign Language  pengajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing).
B.     Language Acquisition (LA atau CLA)
CLA bersifat alami, dan informal sedangkan pembelajaran bahasa asing bersifat resmi, artificial, atau direkayasa. Kealamian CLA terlihat ketika anak dilahirkan dilingkungan tertentu kemudian ia belajar bahasa dareah yang dipakai di negeri itu, jadi intinya kealamian tersebut dipengaruhi oleh lingkungan yang mendukung, seperti anak yang terlahir di Sukabumi, dalam keluarga mereka menggunakan bahasa sunda, sering mendengar lagu berbahasa sunda dari radio, dan lain-lain maka kealamian tersebut menjadikan anak tersebut dapat menguasai bahasa sunda. Pemerolehan atau akuisisi bahasa di daerah itu bersifat alami atau natural, baik ditinjau dari teori the habit formation maupun teori the cognitive cide learning.
Belajar bahasa ibu dapat dilakukan dimana saja, tak memandang ruang da waktu, dan ini bersifat informal,  factor pendukung dalam belajar bahasa ibu sangat besar, sehingga CLA cenderung bersifat sukses.
Factor kesuksesan CLA adalah factor memori anak yang masih sangat serta minat dan motivasi anak dalam berlatih berbahasa. Umumnya usia kritis berkisar antara 2-1                                                                                                                 tahun, dan 12-13 tahun merupakan titik kritis bagi second language learning. Titik kritis merupakan titik penting, jika terlewati maka dapat diprediksikan bahwa anak itu tidak akan dapat mempunyai pronunciation seperti penutur  aslinya. Orang dewasa belajar bahasa Inggris secara intensif di perguruan tinggi mungkin dapat menguasai ilmu bahasa (grammar, vocabulary, dan skills secara baik) tetapi karena titik kritis sudah terlampaui pronunciationnya tidak mencapai tingkatan seperti penutur aslinya, mungkin hanya mendekati.                                                                                                                                                                                                               
C.    Language Learning
Language learning lebih bersifat formal dan waktunya terbatas sehingga anak-anak tidak dapat seenaknya sendiri dalam belajar bahasa asing, sehingga kesannya tegang atau tidak nyaman,  selain itu jam yang terbatas untuk belajar, sehingga kesempatan untuk siswa untuk berlatih berbahasa juga tidak besar, dan faktor penghambat lain adalah memori anak sudah melaui menurun, dan motivasi belajar bahasa kedua/asing sering lemah, karena umumnya mereka berminat mempelajari pelajaran lain.                                                                                                                                                                                                                                      
Dalam language learning , tugas guru adalah harus memanfaatkan faktor internal siswa, misalnya untuk menghafal pelajaran, dan melatih daya fikir anak, misalnya menghafal kata-kata, dan menguasai grammar sehingga dapat diterapkan kedalam kalimat baik secara lisan maupun tulisan. Sebuah motivasi harus dipupuk secara ilmiah, misalnya yang dapat menimbulkan kesadaran kegunaan bahasa Inggris dikehidupan yang akan datang, maupun sekarang.
Dan hal yang paling penting adalah guru harus faham dan menggunakan berbagai metode mengajar baik yang bersifat umum maupun khusus, dan media yang digunkan juga menunjang dalam proses belajar, sehingga diharapkan guru bahasa asing tidak gagap dengan teknologi ,namun juga tidak berbantung juga dengan teknologi, dan kreatifitas diperlukan sehingga t                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         ujuan yang akan dicapai dapat tercapai.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             

BAB  IV
RANGKUMAN DAN TAMBAHAN       
A.    Rangkuman Perbedaan CLA dan FL
Perbedaan antara CLA (Children Language Acquisition) dan FL (Foreign Language Learning) terlihat dari beberapa segi mulai dari Student-Teacher Ratio, Place of study, Time- Teaching hours, Situation, Motivation, Critical period, characteristics, Learning facilities, Exposure to the target language, dan Availability of Native Speaker or models.


Jenis perbedaan         CLA
FL
1.      Student-Teacher Ratio : ideal
2.      Place of study              : everywhere
3.      Time, Teaching hours : any time
4.      Situation                      : natural
5.      Motivation      : integrative
6.      Critical period : 2-10 years
7.      Characteristics : having good memory and interest
8.      Learning facilities : good
9.      Exposure to the target language : high
10.  Availability of Native Speaker or models : plenty
.

Not ideal
At school limited
Structured
Conditioned
Instrumental
12-13
Thinking and interest should be fostered
Limited
Low
Limited or rare

            Adapun penjelasan yang terkait dengan diagram diatas
1.      Student-Teacher Ratio
Yang dimaksud dengan Student-Teacher Ratio adalah perbandingan antara jumlah murid dan guru, untuk CLA pebandingan guru dan jumlah murid adalah ideal, artinya nuridnya sedikit dan gurunya banyak, misalnya 1:2 maka siswa dapat menerima pelajaran bahasa ibu secara maksimal, tanpa menunggu antrian untuk mempraktekkan bahasa yang sedang dipelajari.
Maka yang terjadi pada FL adalah perbandingan jumlah anak yang banyak (mungkin mencapai 45 anak) dan jumlah gurunya hanya satu, akibatnya dalam pelajaran bahasa asing seperti Inggris akan menemui kesulitan dalam mendapatkan kesempatan berlatih, maka jika digambarkan, misalkan waktu praktik 30 menit maka setiap anak mendapatkan kurang dari satu menit untuk berlatih.

2.      Place of Study
Yang dimaksud dengan Place of Study adalah tempat anak belajar bahasa target. Pada waktu belajar bahasa ibu tempat belajar anak bisa dimana saja (everywhere): ditempat tidur, di ruang tamu, di halaman rumah, atau tempat yang lain. Hal tersebut dapat terjadi karena guru bahasa ibu (the mother tongue) adalah orang tua, saudara, kerabat, masyarakat, dan siapa saja yang berbahasa daerah, (L1), dan faktor lain adalah keadaan tempat yang fleksibel, suasana yang alami, bisa santai, dan tidak tegang yang menjadikan CLA berhasil untuk dikuasai dengan cepat.
  Place of Study bahasa asing pada umumnya terbatas hanya di sekolah. Bahkan jamnya yang terbatas dan juga aturan yang ketat menjadikan sebuah kesempatan untuk berlatih anak juga terbatas, sehingga hasil belajar siswa menjadi tidak optimal.
3.      Time , teaching hours
Karena faktor dari tempat yang nyaman, dimana saja, maka CLA lebih mempunyai banyak waktu, waktu yang tidak terbatas jika dijadikan jam mengajar (teaching hours) menjadi banyak sekali (plenty, much, unlimited), dari sisi anak, teaching hours sama dengan learning hours (jam belajar).
Berbeda dengan yang terjadi pada suasana belajar bahasa asing (FL). Jam mengajar bahasa asing (termasuk Inggris) terbatas. Sehingga himbauan untuk bagi orang tua untuk mendorong anak itu sendiri untuk meluangkan waktu untuk menambah kemampuan bahasa dengan belajar sendiri dengan metode yang mereka suka, baik berkelompok maupun belajar sendiri.

4.      Situation
Situation adalah situasi atau suasana belajar, untuk CLA suasana belajar natural, alami, tidak ada rekayasa, dan untuk pembelajaran bahasa asing, suasana harus dibuat, direkayasa, structured atau dikondisikan, dimana di kelas anak harus duduk teratur, bersikap tenang dalam menerima pelajaran dari guru, maka jika suasana gaduh biasanya guru menghentikan pelajaran untuk sementara, menunggu siswa tenang terlebih dahulu.

5.      Motivation 
Motivation ialah dorongan yang relatif kuat (drive) dan mendasari sebuah perbuatan, dan dalam bahasa Agama (Islam), motivation itu dapat disamakan dengan niat.
Motivation dibagi menjadi dua yaitu : integrative dan instrumental. Motivasi tergolong integrative apabila seseorang belajar bahasa dengan maksud untuk membaur diri, mengintregrasikan diri kedalam kebuadayaan penutur bahasa yang dipelajari.
Pada pembelajaran bahasa asing motivasi tergolong ke Instrumental (sebagai alat). Pelajar Indonesia mempelajari bahasa inggris karena motivasi  instrumental, yaitu sebagai alat untuk meraih suatu pekerjaan, kelulusan ujian, beasiswa, atau yang lain, sehingga motivasi Integrative dianggap lebih kuat daripada motivasi Instrumental.
Motivasi instrumental yang dimiliki siswa ada dua yaitu: yang kuat(the strong one) dan yang lemah (the weak one), sehingga diharapkan yang kuat yang harus dipilih, maka motivasi instrumental yang kuat dapat mengantarkan pelajar untuk meraih sukses dalam test TOEFL.
Jika dilihat dari sumbernya motivasi dapat dibagi menjadi dua yaitu: internal motivation (motivasi dari dalam) dan external motivation (motivasi dari luar), motivasi dapat menjadi lebih kuat apabila dipupuk terus, namun dapat menjadi lemah jika tidak dipupuk baik dari dalam diri maupun dari orang lain/lingkungan.

6.      Critical Period
Critical Period adalah masa kritis, atau masa yang paling baik untuk dipakai untuk belajar bahasa  Untuk CLA, masa kritis pada usia 2-10. Apabila masa itu terlewati, anak sulit untuk dapat menguasai bahasa ibu (L1) dengan lancar dan baik pengucapannya, mereka cenderung tidak fasih, atau tidak pas.
Masa kritis belajar asing seperti Inggris adalah 12-13 tahun. Apabila masa itu terlewati, maka siswa juga tidak akan  pronunciation yang sebaik native speaker, atau hanya mendekati saja.

7.      Characteristics 
Characteristics adalah ciri-ciri yang melekat pada pribadi anak atau siswa yang sedang belajar bahasa.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar